Jika berbicara
tentang Teater Lingkar dalam konteks Semarang maupun Jawa Tengah, Top of
Mind pencinta seni teater mungkin tidak berada jauh dari perintis
teater di kota ini. Teater Lingkar salah satu teater tertua yang masih tetap
eksis hingga sekarang di Semarang, bisa dijadikan contoh bahwa dunia teater
tidak akan pernah mati Waupun kadang kehidupannya redup seperti lampu Teplok.
Teater Lingkar
sendiri berdiri pada tgl 4 Maret 1980, cukup senior jika waktu menjadi
tolak ukurnya. Teater ini merupakan salah satu pioneer berdirinya teater-teater
lain di kota Semarang. Spirit organisasinya masih bisa terjaga hingga sekarang.
Teater yang bermarkas di jalan Gemah Jaya I No 1 Pedurungan Kidul ini pada
awalnya terbentuk atas prakarsa sekelompok anak muda di jalan Genuk Krajan II
No 9 atau tepatnya di sekitar Taman Singosari jalan Sriwijaya. Dulunya tempat
tersebut merupakan terminal bus yang berdekatan dengan Taman Hiburan Rakyat
(THR) Tegal Wareng. Sebagai tempat keramaian dengan beragam aktifitas, tempat
tersebut sangat potensial menjadi tempat rawan pada hal-hal yang negatif. Oleh
karena itu kelompok pemuda yang biasa mangkal di sana berusaha untuk
menciptakan suatu aktifitas yang positif dan bermanfaat. Berkat kegigihan
usaha, akhirnya menbuahkan hasil dan terbentuklah Teater Lingkar.
Nama Teater
Lingkar itu sendiri sarat dengan nilai-nilai filosofis yang mengilhami setiap
anggotanya. “ Lingkar mempunyai satu titik pusat dengan jari-jari yang
sama panjang, kalau diidentikan dengan Teater Lingkar sendiri, bisa diartikan
bahwa semua anggota mempunyai tujuan yang sama dengan hak serta
kewajiban yang sama “ Walaupun sudah malang melintang di dunia teater,
tidak membuat seniman-seniman dibidang seni lakon ini jadi tinggi hati. Masing-masing
anggota memegang prinsip Ojo dumeh, yang artinya jangan terlalu
merasa bahwa diri kita adalah yang “ Paling “ dalam segala hal.
Ada pepatah Jawa mengatakan “ Ojo rumangso biso, Ning biso’a rumangso “.
Kekuatan lain yang menjadi ciri kelompok ini adalah slogan 4T yaitu teteg
(yakin), tekun (tekun), teken (berpegang
teguh pada prinsip), dan tekan (sampai). Nilai filosofis yang
terkandung didalamnya bisa disimpulkan bahwa tujuan akan sampai jika dilakukan
dengan rajin dan tekun serta perpegang teguh pada prinsip yang dimiliki.
Sistem keanggotaan
yang terbuka dan sukarela membuat setiap orang yang punya minat terhadap seni
peran bisa bergabung. Saat ini keanggotaan Teater Lingkar didominasi oleh anak
muda dengan latar belakang status yang beragam, mulai dari pelajar, mahasiswa,
pegawai bahkan pengangguran. Sikap kekeluargaan sangat dijunjung tinggi oleh
setiap anggota.
Pelestarian
nilai-nilai budaya adalah salah satu misi yang sedang diemban oleh Teater
Lingkar. Dengan secara rutin setiap malam Jum’at Kliwon
menyelenggarakan pagelaran wayang kulit di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS)
jalan Sriwijaya No 29 Semarang. Memang harus di akui, anak muda sekarang ini
sudah menunjukkan rasa antipati terhadap kultur budaya mereka sendiri,
khususnya wayang kulit.
Padahal para
pelaku telah mengupayakan mengubah Image mengenai wayang kulit dengan konsep
yang berbeda yaitu dengan memasukkan unsur-unsur aktraktif dan menyederhanakan
bahasa tanpa mengurangi maknanya.
Pegiat-pegiat
Teater Lingkar paham benar tentang bagaimana cara membentuk kesan yang positif
bagi pecinta seni terhadap karya-karyanya. Di samping pementasan teater dari
kampung ke kampung, kota ke kota hingga hotel berbintag, Teater Lingkar juga
melakukan kerjasama dengan Stasiun TVRI Jawa Tengah untuk menyiarkan pementasan
mereka dengan mengusung lakon yang mudah dicerna oleh setiap lapisan masyarakat
dengan khasnya Guyon Mathon yaitu menyindir tapi tidak
menimbulkan sakit hati orang lain.
Menatap Teater Lingkar memang menatap sejarah
panjang. Teater Lingkar pernah mengalami peristiwa yang kini masih membekas
terjadi pada tahun 1986, saat menghadirkan WS. Rendra di GOR Semarang (sekarang
Citraland). Selanjutnya baca juga PROFIL TEATER LINGKAR SEMARANG ( 2 )