Pemandangan iring – iring prosesi perkawinan adat Kudus, dimana
puluhan dokar ( kereta kuda) berhias beriringan mengarak sepasang
pengantin menyusuri jalanan kota, tak lagi pernah dijumpai. Kalaupun masih ada prosesi iringan pengantin, maka yang ada hanya arakan mobil mewah yang digunakan sebagai pengganti dokar. Dan yang pasti, itu
bukan lagi bagian dari prosesi perkawinan adat Kudus.
Demikian pula dengan pakaian adatnya, pakaian pernikahan adat Kudus pun memiliki keunikan tersendiri. Pakaian yang diberi nama " Toto Kaji " ( menata haji ) merupakan perpaduan antara budaya Arab, Eropa (Portugis), dan Jawa.
Pengaruh Arab ( busana ala syech dari bangsawan Quraisy ) terlihat pada pakaian mempelai pria yang mengenakan gamis panjang hingga menyentuh sepatu, ditutup jubah yang lebih pendek. Kepala dihiasi sorban dan ikat kepala terbuat dari emas bertatahkan berlian bagi yang mampu.
Sepintas mempelai pria mirip saudagar atau raja-raja minyak asal daratan Timur Tengah, khususnya Saudi Arabia. Penampilan seorang saudagar kian lengkap dengan kacamata hitam yang dipakai saat iring-iring dalam proses mengantar pengantin ke rumah mempelai pria.
Untuk mempelai wanita, pengaruh Eropa justru lebih kental. Mempelai wanita mengenakan pakaian biasanya putih atau warna cerah, mulai kerudung kepala model pengantin Eropa, gaun panjang yang tak menyentuh tanah, ekor berjuntai mirip burung merak, sarung tangan, hingga sepatu.
Munculnya pakaian ala Arab untuk mempelai pria, lebih dikarenakan pengaruh dari para saudagar asal Timur Tengah yang datang ke Kudus ketika itu. Mereka kebanyakan kaum pria. Seringkali mereka tinggal dalam waktu lama. Para pria Arab yang tinggal di kawasan Desa Demaan ( sampai sekarang dikenal sebagai kampung Arab ) ini yang kemudian menikah dengan gadis - gadis pribumi atau keturunan tionghoa.
Perkawinan campuran menyebabkan pakaian perkawinan adat Kudus menjadi unik. Pihak pria yang asal Arab tetap mempertahankan pakaian adat mereka sendiri, sementara si wanita tetap mengenakan pakaian Eropa yang ketika itu sudah lebih dulu mempengaruhi masyarakat Kudus lewat para pedagang Portugis.
Posisi Kudus yang berada di pesisir pantai utara, membuat kota ini banyak disinggahi pendatang. Tak sedikit di antara mereka yang kemudian menetap dengan membawa kebudayaannya sendiri-sendiri.
Meski pakaian perkawinan adat Kudus dipengaruhi oleh Arab dan Eropa, namun prosesi perkawinannya tetap kental dengan adat Jawa. Hanya saja nama tiap - tiap tahapan dalam prosesi perkawinan menggunakan bahasa khas masyarakat lokal Kudus yang umumnya terasa kasar di telinga masyarakat pesisir selatan.
Demikian pula dengan pakaian adatnya, pakaian pernikahan adat Kudus pun memiliki keunikan tersendiri. Pakaian yang diberi nama " Toto Kaji " ( menata haji ) merupakan perpaduan antara budaya Arab, Eropa (Portugis), dan Jawa.
Pengaruh Arab ( busana ala syech dari bangsawan Quraisy ) terlihat pada pakaian mempelai pria yang mengenakan gamis panjang hingga menyentuh sepatu, ditutup jubah yang lebih pendek. Kepala dihiasi sorban dan ikat kepala terbuat dari emas bertatahkan berlian bagi yang mampu.
Sepintas mempelai pria mirip saudagar atau raja-raja minyak asal daratan Timur Tengah, khususnya Saudi Arabia. Penampilan seorang saudagar kian lengkap dengan kacamata hitam yang dipakai saat iring-iring dalam proses mengantar pengantin ke rumah mempelai pria.
Untuk mempelai wanita, pengaruh Eropa justru lebih kental. Mempelai wanita mengenakan pakaian biasanya putih atau warna cerah, mulai kerudung kepala model pengantin Eropa, gaun panjang yang tak menyentuh tanah, ekor berjuntai mirip burung merak, sarung tangan, hingga sepatu.
Munculnya pakaian ala Arab untuk mempelai pria, lebih dikarenakan pengaruh dari para saudagar asal Timur Tengah yang datang ke Kudus ketika itu. Mereka kebanyakan kaum pria. Seringkali mereka tinggal dalam waktu lama. Para pria Arab yang tinggal di kawasan Desa Demaan ( sampai sekarang dikenal sebagai kampung Arab ) ini yang kemudian menikah dengan gadis - gadis pribumi atau keturunan tionghoa.
Perkawinan campuran menyebabkan pakaian perkawinan adat Kudus menjadi unik. Pihak pria yang asal Arab tetap mempertahankan pakaian adat mereka sendiri, sementara si wanita tetap mengenakan pakaian Eropa yang ketika itu sudah lebih dulu mempengaruhi masyarakat Kudus lewat para pedagang Portugis.
Posisi Kudus yang berada di pesisir pantai utara, membuat kota ini banyak disinggahi pendatang. Tak sedikit di antara mereka yang kemudian menetap dengan membawa kebudayaannya sendiri-sendiri.
Meski pakaian perkawinan adat Kudus dipengaruhi oleh Arab dan Eropa, namun prosesi perkawinannya tetap kental dengan adat Jawa. Hanya saja nama tiap - tiap tahapan dalam prosesi perkawinan menggunakan bahasa khas masyarakat lokal Kudus yang umumnya terasa kasar di telinga masyarakat pesisir selatan.
Dalam adat
pernikahan Kudus ada beberapa tahapan untuk melaksanakan ikatan pernikahan. Adapun
tahapan – tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
-
Jomblangan
: tahap penjajagan
-
Nontoni :
memberi kesempatan kepada jejaka untuk melihat gadis yang akan dijodohkan
-
Nakokno :
menanyakan apakah si gadis mau dijodohkan
-
Lamaran :
peresmian pertunangan
-
Ater
Tukon : penyerahan mas kawin dan penentuan hari perkawinan
-
Upacara
pernikahan : siraman pengantin, jonggolan, kembang mayang, akad nikah,
ngundhuh penganten, ondrowino/walimah dengan gelar seni tradisional
-
Mbesturokno
: mengantar pengantin ke rumah mertua
Agenda Lamaran
Menggambarkan penyerahan tanda ikatan resmi dari pihak pria kepada pihak
wanita bahwa anak gadis tersebut telah ada yang mengikat. Dalam agenda lamaran
terdapat upacara Asok Tukon atau penyerahan mas kawin sebagai penganti nilai
anak gadis dan penentuan hari perkawinan.
Agenda Midodareni
Dimulai dengan kesibukan di rumah calon Pengantin
puteri, menghias dan mengatur pelaminan serta persiapan lain dalam rangka hari
pernikahan.
-
Upacara
Midodareni : dipimpin oleh juru rias pengantin
-
Memandikan
calon pengantin puteri
-
Melulur
dan meng-halub-halubi calon Pengantin Puteri
-
Memotong
rambut sinom, dan rias midodareni
-
Kunjungan
calon Pengantin Pria beserta rombongan serta serah terima sesaji ( kembang
mayang ) : upacara jonggolan
Agenda Akad Nikah dan Ondrowino (Ngundhuh Pengantin)
Upacara akad nikah dilaksanakan sesuai dengan Syariat Islam yang
dipimpin oleh Naib / KUA dan biasanya bertempat dikantor KUA atau Mesjid sesuai
dengan status sosial keluarga Pengantin. Dalam pelaksanaan akad nikah selesai
Pengantin Pria di arak menuju ke rumah Pengantin Puteri. Perjalanan Pengantin
diiringi dengan irama terbang Jidur, Rebana dan Barongan lengkap dengan Gegar
Mayang-Bendera Rontek-Umbu-umbul.
Setelah sampai di halaman rumah Pengantin Putri diadakan upacara:
-
Serah terima
ayam jago ( adon – adon ) yang didahului pencak silat antara “ Jagoan
Keluarga Pengantin Putri Melawan Jagoan Keluarga Pengantin Pria ”
-
Temon
Pengantin
-
Membuka
cadar Pengantin Putri oleh Pengantin Pria disaksikan para orang tua ( pinisepuh
)
-
Ondrowino
berupa pegelaran seni : Samroh, Rodat, Terbang Jidur, dll.
-
Setelah
acara selesai dirasa cukup, Pengantin sekalian diboyong ke rumah Pengantin
Pria diiringi para sanak keluarga sesuai dengan nilai-nilai adat dan
tradisi Kudus.
Namun sayang sekali, saat ini minat masyarakat Kudus terhadap pakaian pengantin adat Kudus dan upacara ritual pernikahan adata kudus sangat kecil, bahkan banyak yang telah meninggalkan tradisi tersebut dan lebih memilih pada tradisi yang entah berasal darimana. Banyak dari mereka sama sekali tidak pernah melihat pakaian ini lagi, juga upacara – upacara tradisi pernikahan adat kudus. Barangkali bukan semata alasan kepraktisan yang membuat pakaian pengantin adat Kudus menjadi kian menghilang dan tak dikenal masyarakatnya sendiri, akan tetapi faktor utama justru karena tidak adanya kebanggaan masyarakat Kudus dengan pakaian perkawinan adatnya.
Sayang beribu sayang, mungkin ketidak pedulian kita jua lah yang membuat negara lain berinisiatif untuk mengelola kebudayaan bangsa Indonesia. Ternyata, kita berpotensi untuk menyingkirkan dan melupakan adat budaya kita sendiri dan menggantikannya dengan budaya luar daerah yang dinilai dan diyakini lebih menarik.
Ohh... benar-benar miris.