(1)
Kegelisahan malam ini, adalah tentang
hujan. Betapa tidak? Aku harus berdiam dan tak menyentuhnya sama sekali.
Hanya sesekali mendengarkan ia berbisik, melalui cipratan kecilnya.
Sesaat itu, aku menciumi aroma khas nya. Ada yg terbuang. Ya, ia mencari
dariku. Sudah aku bilang, aku tak lagi bersamanya. Ia sudah larut
bersama musim hujan yg sama, beberapa waktu lalu. Sudahlah! Kibas
tanganku mengusir jentik hujan.
(2)
Kegelisahan malam ini, adalah tentang
hujan. Kenapa tak juga mereda? Tapi aku, sebenarnya tak ingin ia
beranjak. Biarlah tetap sedia, disini. Ia menyejukkan meski sebagian
menggigil. Biarkan saja. Toh aku bisa berkelana disela dingin dan
percikannya. Lalu menari, gemulai disinggasana hati. Jangan kau pergi
dulu ya, bisikku sesekali. Mereka hanya iri akan romantisme kita, yang
tercipta entah sejak kapan.
(3)
Kegelisahan malam ini, adalah tentang hujan. Dingin, mulai menggerogoti
di tiap persendianku. Aku mulai tergagap. Orang disana terperangkap
amarahmu. Bukan! Mereka lupa pada air, yang menjadikanku ada. Juga pada
tanah yang menjadikan berada. Kau marah? Aku tidak marah. Mereka yang
menjadikan aku tak lagi indah. Aku..aku..dan mereka..!! Maaf, hujan. Aku
sudah terlelap dibungkus sarung kotak - kotak pemberian kakek
(4)
Kegelisahan pagi ini, adalah masih tentang hujan. Sudah lepas malam, ia
masih setia. Entah sampai kapan? Bahkan, ketika aku harus menemaninya
hingga sekarang. Kenapa kau tak rehat? Teriaknya sebelum subuh
menjelang. Hujan selalu saja begitu. Ia menjadikan dingin. Tapi juga
mendinginkan. Lihatlah, wahai hujannn...pekikku seraya mengepalkan
tangan keatas. Aku telah berdiri diatas atap rumahku, memperingati
hujan. Telah banyak yang berduka, wahai hujan. Mereka tergenang, Juga
yang amblas terseret tanah yang hilang dari permukaan, pagi ini. Aku
berpindah ke atap rumah tetangga, disana masih tumbuh rumput tebal yang
digunakan untuk mencari kehangatan. Ah, lebih baik aku kembali menimang
tetes airnya yang kian lembut. Bolehkah aku membaca cerita dibalik
punggungmu? Hujan, pun tersenyum.
(5)
Kegelisahan siang ini, masih tentang hujan. Sejenak ia pergi. Seketika
pun ia datang. Duka, juga airmata tercecer, entah. Suka, berharapan,
selalu diumbar. Seperti dua sisi mata uang. Ia tak pernah bertemu.
Saling meninggalkan. Hujan??? Mungkin ia juga. Disukai, dan dibenci.
Tapi hujan tetaplah hujan. Dan aku, tetaplah aku. Yang menunggumu,
ketika hujan mulai bercerita.
+ komentar + 2 komentar
judul2 artikelnya kontroversi.tapi justru itu daya tariknya
bagus blognya