“ Mau kemanaa??? “
Deggg…
Ia memejamkan matanya.
Akhirnya….dan inilah yang selalu ia
khawatirkan, setiap kali hendak bermain.
Masih memejamkan mata,
“ Bermain sepeda “ jawabnya lirih. Tanpa gerak, hampir.
Dan jujur saja, jika
diperbolehkan, ia sudah melepaskan setang sepedanya dan berlari sejauh mungkin.
Betapa ia membayangkan apa yang akan terjadi. Ia merasakan sebuah kengerian
yang amat sangat bila harus berhadapan dengan sang pemilik suara khas, yang
bisa dikatakan merdu itu. Seseorang yang seringkali tanpa ekspresi mementahkan
keinginan – keinginannya, tanpa bisa membantah. Terutama jika berhubungan
dengan yang namanya bermain. Seseorang yang tak segan menyabetkan ujung
selendang bilamana kenakalan – kenakalan anaknya kian meraja.
Seseorang yang tak malu
meminta maaf demi melihat anak – anaknya terdiam menyusut airmata selepas
disabetnya, hingga diajaknya anak – anak itu ke warung sebelah demi melihat
kembali mereka tersenyum riang sambil menenteng jajan beraneka warna.
Tak lupa, petuah pun
nasehatnya untuk para buah hati beliau semayamkan jauh ke dalam sanubari.
Dialah sang ibu.
“ Sudah ibu bilang
berapa kali? Bermain sepedanya nanti saja. Setelah truk – truk dan mobil itu
tidak ada lagi. Sudah pergi dari sini “ si ibu mendekati anak laki – lakinya
yang masih terdiam.
“ Nanti kau bisa
bermain sepeda sepuas hatimu. Tapi ingat, sebelum magrib harus sudah pulang.
Sudah di rumah “ si ibu kembali melangkah masuk ke dalam rumah, setelah
mengusap rambut anak laki – lakinya itu.
“ Ingat, ibu akan
memasak dan mengurus adikmu. Jangan sampai ayahmu marah “
Uppsssss…..