WUKIR RAHTAWU ( 3 / Tamat )


Petilasan Bathara Narada dan Bathara Guru di Joggring Salaka (kahyangan para dewa) yang juga berada di kaki gunung seolah menyiratkan pandangan Jawa, bahwa sesungguhnya dewa-dewa juga titah dari Yang Maha Kuasa sama dengan manusia. Dewa juga mempunyai kewajiban ikut terlibat dalam mengatur keharmonisan semesta (memayu hayuning bawana). Artinya, di Jawa, Bathara Guru dan Bathara Narada bukan wajib disembah tetapi disetarakan dengan manusia. Begitulah penangkapan samar-samar penulis tentang adanya petilasan pertapaan para Eyang (Hyang) di Rahtawu. Untuk petilasan Eyang Lokajaya dan Makam Eyang Mada, adalah suatu "punden" baru yang tidak ada hubungannya dengan "petilasan pertapaan" paya Hyang dan Resi. Adapun bagaimana sejarah Rahtawu masih merupakan misteri. Siapa pula yang menetapkan daerah itu menjadi petilasan pertapaan, juga masih sulit untuk didapatkan keterangan. Yang jelas sudah sejak jaman kuno Rahtawu dianggap sebagai tempat petilasan pertapaan "para suci". Mungkin dulunya mirip "Sungai Gangga" di India. Atau semua itu adalah rekayasa para leluhur Jawa untuk lebih meyakinkan bahwa yang menciptakan Mahabharata, Resi Wiyasa, adalah Abiyasa yang tinggalnya di Rahtawu, Jepara. Entahlah ! Kenyataan yang ada sekarang ini, Rahtawu menjadi tempat untuk kepentingan "ngalap berkah" yang bermacam-macam. Caranya juga bermacam-macam pula. Nuansa spirituil religius Jawa sudah berbaur dengan laku-budaya adat yang oleh berbagai pihak dianggap klenik, tahayul dan syirik. Perbukitan Muria memerlukan kajian mendalam. Ilmiah maupun spirituil untuk menguak misterinya. Di tempat itu juga ada makam Sunan Muria (salah satu Wali Sanga) yang dikeramatkan pula oleh banyak orang Jawa yang muslim. Maka dengan demikian di Muria ada dua tempat wisata spirituil, Makam Sunan Muria (Islam) dan Petilasan Pertapaan Rahtawu (Kejawen). Menurut yang "muslim saleh", menyatakan bahwa Rahtawu tempat berkumpulnya jin dan syaiton. Sebaliknya, kalangan "kejawen" menyatakan kalau makam Eyang Mada dan makam keramat lainnya (sesakti apapun yang dimakamkan) cuma kuburan manusia biasa. Lhoh kok ! Begitulah kenyataan pergulatan antar peradaban di Jawa baru mencapai tahap saling menganggap klenik, tahayul dan syirik bagi pihak yang tidak sealiran. Memelas! Demikian, semoga bermanfaat.
Share this article :
 

linkwithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. DUDU DEWO - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger